budaya
Lomba Karawitan Anak Ikut Memeriahkan HUT Ponorogo ke 520
Ponorogo, 3 Agustus 2016 Ada perasaan bangga dan hampir tidak percaya ketika menyaksikan anak-anak usia SD dan SMP memainkan seperangkat gamelan. Terdengar tak ada bedanya dengan permainan orang dewasa. Tembang wajib dan tembang pilihan begitu mudah dibawakan, meski fostur tubuhnya terkadang tak bisa mencapai pada alat gamelan yang harus dipukulnya. Dengan sedikit jongkok atau badannya disorongkan agar nada bisa terkejar. Maklumlah seperangkat gamelan yang mereka pakai sama persis dengan perangkat gamelan orang dewasa, seperti yang panitia sediakan. Kegiatan lomba karawitan tersebut digelar di pendopo agung kabupaten Ponorogo dalam rangka memperingati Hari Jadi Ponorogo ke 520 tahun. Kegiatan ini rutin digelar dengan dua kategori, untuk usia SD sederajat dan usia SMP sederajat. Lomba diikuti perwakilan SD dan SMP yang ada di kabupaten Ponorogo. Total peserta 49 group, yang terdiri 31 group usia SMP dan 18 group usia SD (1 group mengundurkan diri), jadi total peserta yang tampil 49 group.
Pemerintah daerah dalam hal ini Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) menggelar Lomba karawitan pelajar,SD,MI, SMP,MTs, se Ponorogo. Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni pada sambutan pembukaan lomba mengungkapkan kebanggaannya atas terselenggaranya kegiatan lomba kerawitan, lomba karawitan sangat bagus untuk generasi muda untuk lebih cinta terhadap kesenian asli Indonesia.
"Terima kasih anak-anakku semuanya.... kalian semua sudah menguri-nguri budaya bangsa, saya sangat bangga sekali.” Kata bupati. “Teruslah pelihara warisan leluhur bangsa ini, mudah-mudahan hari jadi ke 520 Ponorogo ini menjadi tonggak untuk maju berbudaya dan religius, kewajiban kita semua melindungi budaya bangsa ini” pesan Bupati Ipong yang dilanjutkan acara pembukaan. Selaras dengan Bupati ketua seksi kegiatan Sindu Prawoto mengatakan kegiatan lomba karawitan ini memiliki makna dan tujuan yang sangat positif. Menanamkan cinta budaya bangsa kepada anak-anak sejak dini, menanamkan budi pekerti luhur, menciptakan seniman cilik.
"Lomba mengajar mereka berkompetisi, kelak dewasa mereka terbiasa hidup di jaman yang dipenuhi persaingan, kerawitan juga mengajarkan mereka hidup kerjasama sehingga tercipta harmonisasi.” Imbuhnya lagi. Pada lomba yang digelar dua hari tersebut mewajibkan untuk setiap group peserta membawakan tembang wajib dan tembang pilihan. Untuk SD sederajat tembang Ketawang witing klopo sebagai tembang wajib, dan satu tembang dolanan sebagai tembang pilihan. Sementara untuk usia SMP sederajat tembang Elo-elo Gandrung munggah ketawang ibu pertiwi laras pelok menjadi tembang wajib, untuk tembang pilihan bebas gending lancaran.
Tidak tanggung-tanggung kali ini juri didatangkan dari luar kota, selain untuk menjaga netralitas juri tersebut dipilih orang-orang yang berkompeten di bidang keilmuannya. Juri dari Surabaya Drs Fx. Darmono Saputro, Msi dan Bambang Dwi Santoso, Mpd sedangkan satunya lagi dari Tulungagung yaitu Kamiran Mpd. Penilaian ditekankan pada Laras artinya rasa, leres yang maksudnya ketepatan, rempek artinya kekompakan, dan penampilan. “Dalam karawitan, permainan antara satu dengan yang lain sangat memengaruhi estetika, luar biasa anak seusia ini mampu menampilkan tembang yang apik di usia mereka” kata Panoto salah satu penonton yang jauh-jauh datang dari Solo menyempatkan lihat lomba.
Ada beberapa kesulitan dalam membentuk group kerawitan jelas Mistono (guru SMP Balong), formasi yang setiap tahun selalu berubah bersamaan penerimaan dan kelulusan siswa. Untuk hal itu sekolah jauh-jauh hari menskrening siswa pada waktu penerimaan siswa baru. Melalui ceklis hoby dan minat. Menurutnya lagi paling sulit mencari pesinden. Maklum gempuran musik modern menyerang tak kenal rentang usia, imbuhnya lagi. Sindu Prawoto di sela-sela kesibukannya menjadi panitia menuturkan, beruntung hampir semua sekolahan di kabupaten Ponorogo mempunyai fasilitas peralatan gamelan. Ada guru senior yang siap mengajar siswanya, dan pihak dinas pendidikan membantu menyalurkan orang-orang yang sudah ahli untuk membantu sekolahan yang kekurangan tenaga pengajar. Untuk satu group terdiri 25 anak sudah termasuk kesepuluh pesindennya. Pada awalnya sulit luar biasa untuk mengajar anak SD, satu persatu anak beda tugas dan beda kemampuan. Tapi dengan keuletan group bisa terbentuk. Bakat dan minat lebih memudahkan dalam mencerna pelajaran seni dibanding logika, ujar Pardi salah satu guru yang mendampingi siswanya mengikuti lomba.
Ada yang menarik ada wisatawan manca negara yang menyempatkan hadir menyaksikan lomba. Keheranan dan rasa takjubnya tidak bisa ditutupinya, berkali kali geleng geleng kepala dan memberikan aplaus ketika selesai penampilan. Sampaii tulisan ini dipublikasikan belum bisa didapatkan sekolahan mana yang memenangkan perlombaan. Menang kalah urusan belakangan, kepedulian pada seni budaya adalah sesuatu yang luar biasa, terutama di usia anak-anak. Anak adalah kekuatan bangsa yang kelak menjadi penerus bangsa. Kerawitan ini salah satu cara mempersiapkan mereka.
Liputan & Foto Nanang Diyanto
Liputan & Foto Nanang Diyanto
Post a Comment
0 Comments