Trowongan Belanda Telaga Ngebel Ponorogo

pintu masuk trowongan diberi jerujibesi u/pengaman
Trowongan adalah nama yang diberikan oleh masyarakat di Dukuh Nglingi, Desa Ngebel, Kecamatan Ngebel untuk tempat yang dibangun sejak jaman Belanda berapa puluh tahun silam
di renofasi oleh PLN
Menurut cerita yang diyakini masyarakat Dukuh Nglingi, trowongan ini sejatinya adalah saluran air yang dimaksudkan untuk mengalirkan air yang berasal dari Kali Nderam, sebuah sungai dibalik bukit sebelah timur Telaga Ngebel untuk dimasukkan ke Telaga Ngebel. 
Dibangun dengan membuat lorong dari dua sisi, yaitu sisi di sebelah barat gunung dan juga sisi lain disebelah timur. Harapannya dengan pembuatan lorong dari dua sisi ini akan bertemu ditengah-tengah dan bisa tembus hingga dibalik bukit. Namun sayang, ternyata kedua lorong ini tidak bertemu di tengah, sehingga pembangunannya dihentikan. 

Pada jaman Jepang, terowongan ini sempat juga digunakan untuk tempat sembunyi dan penyimpanan senjata. Sehingga beberapa penduduk yang hidup di jaman jepang akan bercerita bahwa ini terowongan Jepang, namun yan hidup di jaman Belanda akan mengatakan bahwa terowongan ini dibuat oleh Belanda.

aliran setelah dari trowongan
ikuti aliran air
lewat bawah jembatan menuju trowongan
Terowongan ini tepatnya berada di sebelah timur Masjid Jami Kecamatan Ngebel tidak berapa jauh dari Penginapan Griya Larasati. Untuk mengunjunginya, paling bagus mulai jalan dari masjid, sehingga mobil atau sepeda motor bisa diparkir disana, kemudian jalan kaki. Atau bisa juga dengan menitipkan kendaraan baik roda-4 atau roda-2 ke penduduk. 

Memang sedikit menanjak, Begitu ujung aspal habis perjalanan dilanjutkan dengan menelusuri jalan yang ada dikebun penduduk, barulah kemudian masuk hutan kecil hingga sampai ke Terowongan ini. 

Memang belum ada papan petunjuknya, oleh karena itu jika mau mengunjungi kesana harus bertanya-tanya kepada penduduk di sekitar. 
Uniknya memang tidak banyak yang tahu, khususnya penduduk anak usia muda atau pendatang. Karena bangunan ini dulunya dianggap tidak memiliki makna, dan diyakini banyak dihuni oleh ular berbisa, sehingga masyarakat sejak lama melarang jika ingin melihatnya atau melakukan aktivitas yang berada dalam jarak dekat dengan bangunan ini.


Namun dengan berkembangnya pariwisata di Kecamatan Ngebel, maka masyarakat di sekitar tempat ini berisiniatif untuk membersihkan tempat tersebut sehingga layak untuk dinikmati pengunjung yang suka berpetualang. 

Penulis : Gamar Ariyanto

Post a Comment

0 Comments