kuliner
Serabi Kuah Khas Ponorogo
Ponorogo, 05/02/2015
Pada dasarnya bahan srabi dan cara masaknya
sama, berbahan beras dan dimasak diatas tungku tanah tanpa minyak, dan
tiap daerah mempunyai citra rasa dan kekhasan tersendiri. Berikut ini
saya ceritakan tentang srabi kuah asal Ponorogo.
Mbah Tini saban jam 3 pagi menjelang subuh
sudah mempersiapkan perapian untuk memanasi kereweng tanah (wajan yang
terbuat dari tanah), kelapa dan santan sudah ia siapkan sejak jam 1
malam, sedang tepung beras sudah digilingkan sore harinya. dan ketika
adzan subuh tiba ia segera melangkah ke masjid agung yang tak jauh dari
tempatnya jualan. Dan sekembali dari masjid orang sudah mengantri di
tempat ia jualan.
“Yah menten kok pun telas mbah?”
tanya saya karena mbah Tini sudah mengoreti dan mengiringkan panci wadah
adonan tepung beras dan santan langsung ke kereweng tanahnya.
“Nggih mas… la sampeyan pun kawanen, la wong lare sekolah pun sami bidal pra nggih pun meh jam 7….” jawab mbah Tini sambil membolak mbalik srabi di kerewengnya.
“Milai kapan sadeyan teng pojokan prapatan niki mbah?” tanya saya
“Kulo sadeyan awit tahun 70-an bar
gestok…., jane teng yogo ken leren leh sadeyan, tapi gek yo nyapo yen
nganggur nek omah, kadung kulino tangi esuk, malah ora kepenak mas…”
jawab mbah Tini, menceritakan bahwa dia jualan di pojok perepatan
alun-alun Ponorogo ini mulai tahun 70-an setelah peristiwa gestapu,
sebenarnya oleh anaknya sudah dilarang jualan, tapi dia tidak mau
mengangur dirumah karena sudah terbiasa bangun pagi, nanti kalau
istirahat malah badannya tidak enak.
Di Ponorogo selain mbah Tini banyak lagi
yang jualan srabi, hampir di pojokan perempatan ada yang jualan, seperti
di perempatan Tonatan, perempatan Tambak Bayan, perempatan pasar Pon,
perempatan pabrik es, bundaran timur pasar Legi dan perempatan depan
kecematan kota (Bangunsari) di atas. Dia-pun mulai jualan jam 3 pagi dan
siap (matang) jam 4 pagi ketika orang-orang sudah keluar masjid. Tidak
tahu mengapa ciri khas jualan mereka dipinggir jalan, perempatan dan
dekat masjid dan bukanya menjelang subuh sampai jam 6-an pagi. Ketika
ditanya ini sudah turun temurun sejak dari neneknya dulu.
Srabi Ponorogo dibuat dari bahan adonan
tepung beras yang dicampur santan, encer mirip membuat jenag sumsum
hanya di kasih bumbu garam secukupnya untuk membuat gurihnya. Lalu
dituang di kereweng yang dipanasi bara api dari arang. Cara penjajianya
ditaruh di mangkok dikasih kuah santan dan gula, bagi yang tidak suka
manis cuma memakai santan, dan bila tidak suka santan dan manis
menggunnakan parutan kelapa muda. Dan paling enak dinikmati ketika panas
sambil duduk nongkrong di dekat penjualnya sambi menghangatkan badan di
dekat perapian..
Rasanya unik mirip jenang sunsum, namun ada
aroma tanah, krispi, gurih. Biasanya disukai oleh anak-anak dan dipakai
untuk sarapan pagi, bagi orang-orang tua yang sepulang dari masjid bisa
buat sarapan sebelum pulang ke rumah.
Untuk seporsi dihargai 2 ribu terdiri 2
tangkap (2 keping doble, 4 keping), jadi per keping dihargai 500 rupiah,
tapi menjualnya 1 tangkap (2 keping).
Lain lagi bu Jati yang jualan di timur
perempatan Kerun Ayu ini, jualan mulai jam 11 malam dan tutup setelah
subuh, jualannya jalur Ponorogo-Wonogiri. Jam-jam segitu para sopir
sayur dan angkutan yang menuju ke Jawa Tengah sedang ramai-ramainya,
banyak diantara mereka yang jadi langganan, bukan dimakan di tempat ini
tapi dibungkus dimakan dalam perjalanan, rasa hangat yang mengenyangkan
pada dini hari menjadikan ke-khasan tersendiri.
Selain anak-anak, pedagang srabi juga
berada disekitar rumah sakit, orang yang sakit dan baru sembuh dari
sakit sering makan srabi ini karena rasanya ringan, tanpa bumbu alias
tawar, sehingga tidak mengakibatkan mual. Selain itu lembut dan empuknya
tidak menggangu pencernaan, dan hal ini pula yang menjadi alasan srabi
kuah ini disukai anak-anak atau orang tua yang sudah tidak bergigi.
Oleh Nanang Diyanto
Post a Comment
0 Comments