budaya
Generasi Kedua Pandebesi Tradisional Pasar PIT Ponorogo
Sering kali dan tidak asing bagi penulis tempat terletak di pojok pasar PIT (sepeda) belakang bank BNI ponorogo ini,
bersebelahan dengan warung kopi "mbak Gendut" sebutan beberapa temen dan bapak2 di sekitarnya. Adalah 3 (tiga) tempat yg setiap hari terdengan suara besi beradu, asap dan percikan bunga api menebar ke mana mana. Tidak tahu kenapa langkah ini tehenti dan mengeluarkan kamera dari tas punggung, sambil menyiapkan peralatan motret saya mencoba memesan 1 (satu) cangkir kopi, coba baca situasi sekeliling akhirnya saya putuskan memakai lensa 11mm kesayangan coba cek batre plus memory CF card beberapa saat kopi panas telah tersedia di meja, langsung tanpa ba bi bu sruput saja kopi nikmat membasahi tengorokan.
Setelah 2 sruput kopi saya coba mendekat ke salah satu pandebesi yg kebetulan lagi mengejakan beberapa alat pertanian, tak lupa tebar senyum dan sapa khas ponoragannya coba berinteraksi dengan salah satu bapak yg saya lihat sebagai pimpinan dan pemilik pandebesi tersebut, tuk meminta ijin motret. dari ke 3 orang tersebut ada sesosok anak muda memegang 2 buah tongkat yg berfungsi memompa angin untuk tungku pembakaran, dan ternyata dia adalah anak dari pemilik pandebesi tsb. Alhamdulilah dalam hati ternyata masih ada penerus dari pandebesi tersebut yg merupakan generasi ke 2 (dua) dari usaha orang tuanya.
Bukan hanya mencari uang. Tapi saya senang bisa bekerja dan meneruskan keahlian orang tua, kata nya,setelah beberapa menit mengamati ternyata banyak juga pengguna jasa mereka, petani, tukang bangunan sampai pegawai dan juga TNI yg menyepuh pisau, skop untuk peralatan kerjanya.
Jasa pembuatan dan perbaikan alat2 pertanian dan pertukangan ternyata juga sangat menguntungkan, sebanding dengan tenaga yg dikeluarkan, mulai 5 ribu sampai 50ribu tergantung tingkat kesulitannya, pembuatan alat kerja mulai 20ribu sampai ratusan ribu tergantung model, plus bahan bakunya.
Peralatan "kerja" pandebesi tersebut bisa dikata masih tergolong tradisonal tidak tersentuh oleh peralatan moderen/ listrik, hanya gerinda tangan yg menurut saya agak moderen walaupun hanya digerakkan oleh tangan, semua masih mengunakan "otot" dan keterampilan tangan pembuatnya.
Butuh keterampilan dan jam terbang untuk membuat dan meracik alat2 pertanian dan pertukangan, mulai pencampuran bahan besi dan baja sampai tehnik penempaan dan pembentukanya, yg membuat saya salut dari beberapa sabit rumput buatanya dimensi dan ketajamannya bisa dikatakan sama persis walaupun hand made.
semoga bisa memotifasi kita Di Tengah Pesatnya Alat Modern, Pande Besi “tradisional” Tetap Eksis
Terimakasih
bersebelahan dengan warung kopi "mbak Gendut" sebutan beberapa temen dan bapak2 di sekitarnya. Adalah 3 (tiga) tempat yg setiap hari terdengan suara besi beradu, asap dan percikan bunga api menebar ke mana mana. Tidak tahu kenapa langkah ini tehenti dan mengeluarkan kamera dari tas punggung, sambil menyiapkan peralatan motret saya mencoba memesan 1 (satu) cangkir kopi, coba baca situasi sekeliling akhirnya saya putuskan memakai lensa 11mm kesayangan coba cek batre plus memory CF card beberapa saat kopi panas telah tersedia di meja, langsung tanpa ba bi bu sruput saja kopi nikmat membasahi tengorokan.
Setelah 2 sruput kopi saya coba mendekat ke salah satu pandebesi yg kebetulan lagi mengejakan beberapa alat pertanian, tak lupa tebar senyum dan sapa khas ponoragannya coba berinteraksi dengan salah satu bapak yg saya lihat sebagai pimpinan dan pemilik pandebesi tersebut, tuk meminta ijin motret. dari ke 3 orang tersebut ada sesosok anak muda memegang 2 buah tongkat yg berfungsi memompa angin untuk tungku pembakaran, dan ternyata dia adalah anak dari pemilik pandebesi tsb. Alhamdulilah dalam hati ternyata masih ada penerus dari pandebesi tersebut yg merupakan generasi ke 2 (dua) dari usaha orang tuanya.
Bukan hanya mencari uang. Tapi saya senang bisa bekerja dan meneruskan keahlian orang tua, kata nya,setelah beberapa menit mengamati ternyata banyak juga pengguna jasa mereka, petani, tukang bangunan sampai pegawai dan juga TNI yg menyepuh pisau, skop untuk peralatan kerjanya.
Jasa pembuatan dan perbaikan alat2 pertanian dan pertukangan ternyata juga sangat menguntungkan, sebanding dengan tenaga yg dikeluarkan, mulai 5 ribu sampai 50ribu tergantung tingkat kesulitannya, pembuatan alat kerja mulai 20ribu sampai ratusan ribu tergantung model, plus bahan bakunya.
Peralatan "kerja" pandebesi tersebut bisa dikata masih tergolong tradisonal tidak tersentuh oleh peralatan moderen/ listrik, hanya gerinda tangan yg menurut saya agak moderen walaupun hanya digerakkan oleh tangan, semua masih mengunakan "otot" dan keterampilan tangan pembuatnya.
Butuh keterampilan dan jam terbang untuk membuat dan meracik alat2 pertanian dan pertukangan, mulai pencampuran bahan besi dan baja sampai tehnik penempaan dan pembentukanya, yg membuat saya salut dari beberapa sabit rumput buatanya dimensi dan ketajamannya bisa dikatakan sama persis walaupun hand made.
semoga bisa memotifasi kita Di Tengah Pesatnya Alat Modern, Pande Besi “tradisional” Tetap Eksis
Terimakasih
Post a Comment
1 Comments